Rabu, 07 September 2011

Sanggahan Al-Ghazali terhadap Para Filosof


By:  Ruslani
Al-Ghazali melontarkan sanggahan luar biasa keras terhadap pemikiran para filosof. Adapun yang dimaksudkan para filosof disini dalam berbagai literatur disebutkan ialah selain Aristoteles dan plato,juga Al-Farabi dan Ibnu Sina karena kedua filosof Muslim ini di pandang Al-Ghazali sangat bertanggung  jawab  dalam menerima dan menyebar luaskan pemikiran filosof dari Yunani (Sokrarates,Aristoteles,  dan Plato) di dunia  islam.Kritik pedas tersebut ia tuangkan dalam bukunya yang terkenal    Tahaful al-Falasifat (The Incoherence of the philosopher; Kerancuan Pemikiran Para Filosof). Dalam buku ini ia mendemonstrasikan kepalsuan para filosof beserta doktrin-doktrin mereka. Sebelunya,ia mempelajari filsafat tanpa bantuan seorang guru pun dan menghabiskan waktu selama dua tahun. Setelah berhasil dihayati dengan saksama, lalu ia tuangkan dalam bukunya Maqashid al-Falasifat (Tujuan Pemikiran Para Filosof). Dengan adanya buku ini ada orang yang mengatakan bahwa ia benar-benar menguasai argumen yang dipergunakan para filosof. Hal ini di dukung oleh pendapat Al-Ghazali yang menegaskan bahwa menolak sebuah mazhab sebelum memahaminya dan menelaahnya dengan saksama dan sedalam-dalamnya berarti menolak dalam kebutaan.[1]
Perlu dipahami bahwa pendapat seperti di ats perlu lebih dicermati, dari kehadiran Maqashid al-Falasifat  itu dapat dikatakan bahwa Al-Ghazali menjelaskan maksud dan tujuan filsafat para filosof yang tentu saja menurut Al-Ghazali dan belum tentu cocok dengan pendapat para filosof sendiri. Pendapat ini dapat dibuktikan ketika mengkritik bahkan mengafirka para filosof yang sebenarnya berbeda dari maksud para filosof itu sendiri.
Dalam buku Munqiz min al-Dhalal , Al-Ghazali mengelompokkan filosof menjadi tiga golongan.[2]
1.      Filosof Materialis (Dahriyyun)
Mereka adalah para filosof yang menyangkal adanya Tuhan.                               
Sementara itu, kosmos ini ada dengan sendirinya.                                        
2.      Filosof Naturalis (Thabi’iyyun)
Mereka adalah para filosof yang melaksanakan berbagai penelitian di alam ini. Melalui penyelidikan-penyelidikan tersebut mereka cukup banyak menyaksikan keajaiban-keajaiban dan memaksa mereka untuk mengakui adanya Maha Pencipta di ala mini. Kendatipun demikian,mereka tetap mengingkari Allah dan Rosul-Nya dan Hari Berbangkit. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa sebab mereka hanya memuaskan nafsu seperti hewan.
3.      Filosof Ketuhanan (Ilahiyun)
Mereka adalah filosof Yunani, seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Aristoteles telah menyanggah pemikiran filisof sebelumnya (Materialis dan Naturalis), namun ia sendiri tidak dapat membebaskan diri dari sisa-sisa kekafiran dan keheredoksian. Oleh karena itu, ia sendiri termasuk orang kafir dan begitu juga Al-Farabi dan Ibnu Sina yang menyebar luaskan pemikiran ini di dunia islam.
Menurut  Al-Ghazali, filsafat Aristoteles yang di salin dan di sebar luaskan Al-Farabi dan Ibnu Sina terbagi menjadi tiga kelompok:
1.      Filsafatnya yang tidak perlu disangkal, dengan arti dapat diterima;
2.      Filsafatnya yang harus dipandang bid’ah (heteredoksi);
3.      Filsafatnya yang harus dipandang kafir.
Untuk lebih jelasnya, pengelompokkan filsafat di atas dapat dilihat dari pembagian ilmu filsafat yang  di kemukakan Al-Ghazali . Ilmu filsafat,menurut Al-Ghazali, terbagi menjadi enam bidang: ilmu matematika,logika,fisika,politik,etika, dan metafisika (ketuhanan). Selain bidang ilmu ketuhanan,oleh Al-ghazali, ilmu-ilmu tersebut dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syariat Islam kendatipun ada negatifnya yang terkandung dalam ilmu-ilmu tersebut.
Adapun bidang ketuhanan, sebagai yang terdapat dalam buku Tahafut al-Falasifat , Al-Ghazali memandang para filosof sebagai ahl al-bid’at  dan kafir. Kesalahan para filosof tersebut dalam bidang ketuhanan ada dua puluh masalah,yaitu:[3]
1.      Membatalkan pendapat mereka bahwa ala mini azali;
2.      Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini kekal;
3.      Menjelaskan keragu-raguan mereka bahwa Allahlah Pencipta alam semesta dan sesungghnya alam ini diciptakan-Nya;
4.      Menjelaskan kelemahan mereka dalam membuktikan Yang Maha Penipta;
5.      Menjelaskan kelemahan mereka dalam menetapkan dalil bahwa mustahil adanya dua Tuhan;
6.      Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mempunyai sifat;
7.      Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak terbagi ke dalam al-jins dan al-fashl (diffirentia);
8.      Membatalkan pendapat  mereka bahwa Allah mempunyai substansi basith (simple)  dan tidak mempunyai mahiyah (hakikat);
9.       Menjelaskan kelamahan pendapat mereka bahwa Allah tidak berjisim;
10.  Menjelaskan pernyataan mereka tentang al-dahr (kekal dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir);
11.  Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selain-Nya;
12.  Menjelaskan kelemahan pendapat mereka dalam membuktikan bahwa Allah hanya mengetahui zat-Nya;
13.  Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mengetahui juz’iyyat ;
14.  Menjelaskan pendapat mereka bahwa planet-planet adalah hewan yang bergerak dengan kemauan-Nya;
15.  Membatalkan apa yang mereka sebutkan tentang tujuan penggerak dari planet-plenet;
16.  Membatalkan pendapat mereka bahwa planet-planet mengetahui semua  yang juz’iyyat  ;
17.  Membatalkan pendpat mereka yang mengatakan bahwa mustahil terjadinya sesuatu di luar hukum  alam;
18.  Menjelaskan pendapat mereka bahwa roh manusia adalah jauhar  (substansi) yang berdiri sendiri tidak mempunyai tubuh;
19.  Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan tentang mustahinya fana (lenyap) jiwa manusia;
20.  Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan bahwa tubuh tidak akan dibangkitkan dan yang akan menerima kesenangan dalam surga dan kepedihan dalm neraka hanya roh.


[1] Nadim Al-Jisr, Qishshat Al-Imam, (Beirut: Dar al-Andalus, 1963), hlm.70. lihat : Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., Filsafat Islam filosaf dan filsafatnya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), hal.160
[2] Al-Ghazali, Al-Munqiz min al-Dhalal, Ter. Abdullah bin Nuh, (Jakarta: Tinta Mas, 1996), hal. 14-24. lihat : Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., Filsafat Islam filosaf dan filsafatnya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), hal.160
    [3] Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifat, Tahkik Sulaiman Dunya, (kairo: Dar Al-Ma’arif, 1962), hal.86-87. lihat : Prof. Dr. H.     Sirajuddin Zar, M.A., Filsafat Islam filosaf dan filsafatnya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), hal.161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar