Satuan khusus yang satu ini adalah pasukan versi up date dari jenis pasukan Raider yang ada terdahulu. Pasukan raiders di TNI AD menjadi dikenal dan akrab di kalangan kombatan TNI sejak era 60 –an karena batalyon – batalyon berkualifikasi Raider saat itu selalu menyisipkan nama “Raider” dibelakang nama batalyonnya. Misalnya : Kujang Raider, Banteng Raider dsb. Munculnya kembali batalyon Raiders tak lepas dari peran Jenderal Ryamizard Ryachudu sebagai KSAD saat itu sebagai reaksi dan jawaban TNI AD terhadap gerakan separatis GAM yang merongrong NKRI di ujung utara pulau Sumatra. New Raiders didesain berkemampuan sebagai spesialis pemukul reaksi cepat, anti gerilya, perang berlarut, serangan mobil udara dengan heli dan penanggulangan teror. Kemampuan ini adalah setara 3x lipat Batalyon Infanteri reguler. Saat ini jumlah The Raiders adalah 10 Batalyon terdiri dari 8 batalyon Infanteri KODAM (Linud dan non Linud) dan 2 Batalyon KOSTRAD (non Linud).
SEJARAH RAIDER
Sejarah pasukan ini berawal dari munculnya tehnik tempur dan struktur organisasi infanteri modern yang dikenal dengan nama “IFGABA” (Infanteri Gaya Baru) di tubuh TNI AD yang pada saat itu berpatokan pada pelatihan dan struktur organisasi US ARMY RANGER. Bahkan keberadaan Kopassus sempat terancam saat itu karena adanya isu bahwa peran Kopassus bisa digantikan dengan IFGABA. RANGER dikenal sebagai pasukan pemukul utama US ARMY yang bisa dioperasikan lewat darat, laut dan udara juga peperangan konvensional. Semua itu didapat dari pelatihan dan warisan senior Ranger yang dikenal loyal pada atasan tapi juga bermental baja, disiplin tinggi dan lethal. Jiwa persaudaraan para ranger yang bermarkas di Fort Benning, Georgia ini tak kalah dengan para marinir di USMC walaupun dari segi jumlah personel, Ranger hanyalah sebuah resimen infanteri ke 75 yang anggotanya tak lebih dari 3000 personel.
Awal mulanya materi pendidikan Raider hanya diperuntukkan kepada Batalyon Linud KOSTRAD. Gabungan kualifikasi Raider dan Para menghasilkan jenis keahlian tempur baru yaitu RAIDER PARA. Ini sangat cocok dengan karakteristik prajurit dan satuan KOSTRAD yang dikenal cepat, keras dan lethal dalam setap pertempuran. Tapi nyatanya pendidikan Raider diujicobakan pertama kali justru kepada personel Yonif 401. Hasilnya sangat menakjubkan! Dalam setiap operasi menunjukkan peningkatan yang sangat berarti bagi daya gempur pasukan. Maka setelah melalui beberapa inovasi dan perbaikan, pendidikan Raider mulai diadopsi oleh KOSTRAD untuk pasukan Linudnya. Karena dinilai cukup membantu dalam taktik tempur dan hasil pertempuran maka akhirnya kualifikasi RAIDER mulai disebarkan kepada satuan Infanteri non linud maupun Banpur non KOSTRAD pada tahun 1967 s/d 1970 an. Raider adalah kualifikasi pasukan bersifat khusus yang menekankan kepada kemampuan memukul cepat musuh dengan senjata minimal, perang berlarut di hutan, Perang Jarak Dekat, Operasi Raid Rala Suntai (Rawa, Laut, Sungai dan Pantai) dan pengintaian. Pasukan digerakkan dalam regu yang berjumlah 10 orang. Komposisinya mirip 1 regu Infanteri reguler hanya saja ditambah dengan ahli raid / demolisi.
Pada tahun 1950 s/d 1970 an kebanyakan prajurit AD yang ditempatkan di korps Infanteri tidak menempuh ilmu kecabangan Infanteri secara 1 atap di Depo Latihan Pertempuran milik Rindam atau Pusdik Infanteri AD. Kecuali para perwira lulusan AKMIL. Setelah pendidikan dasar, para prajurit baru yang dicabangkan ke korps Infanteri langsung dimasukkan ke batalyon. Di sanalah mereka dididik lagi (tahap II) sehingga mantap menjadi prajurit infanteri. Itupun tidak ada kurikulum terpadu dan selalu berbau karakteristik dan tradisi batalyon yang berbeda antara 1 dengan lainnya. Maka dari itu setiap latgab bersama satuan sejenis lainnya kadangkala terdapat ketidaksamaan persepsi antar pasukan. Berdasarkan kondisi tersebut akhirnya mereka langsung saja menempuh kualifikasi Raider tanpa menempuh latihan kecabangan tahap II (kecabangan Infanteri) secara resmi. Yang ada saat itu adalah latihan Pre – Raider selama 3 bulan di batalyon dan dilatih oleh pelatih intern batalyon yang telah berkualifikasi Raider sebelumnya.
Dari sinilah muncul suatu fakta bahwa sesungguhnya semua perlengkapan termasuk seragam, baret dan brevet seorang prajurit Infanteri TNI AD modern sekarang adalah kelengkapan dan seragam pasukan RAIDER di masa lalu. Brevet Yudha Wastu Pramuka, baret hijau berlogo senapan silang lambang korps Infanteri adalah perlengkapan seragam seorang Raider di masa lalu. Pada waktu itu seragam PDL pasukan batalyon Raider adalah Loreng Macan Tutul. KOSTRAD dan prajurit Infanteri non Raider tidak menggunakan seragam ini karena KOSTRAD telah mempunyai PDL sus tersendiri sedangkan Infanteri reguler yang bernaung di bawah KODAM masih memakai PDL TNI hijau polos tanpa kamuflase. Baru pada tahun 1970 PDL “IFGABA” benar - benar ada dan dipakai satuan tempur AD. PDL “IFGABA” kemudian digantikan oleh doreng Malvinas Inggris yang berlaku untuk semua angkatan sampai sekarang.
Pada tahun akhir tahun 70 an s/d 80 an Batalyon berkualifikasi RAIDER dihapus beserta brevet dan Badge “Yudha Muka” nya. Kualifikasi Yudha Muka yang kemudian menjadi Yudha Wastu Pramuka diberikan kepada pasukan Infanteri reguler dalam bentuk Badge di lengan sebelah kanan PDH / PDL. Entah apa pertimbangan saat itu. Namun ada beberapa batalyon yang seakan “tidak rela” dengan tetap memasang embel – embel RAIDER pada nama batalyonnya misalnya : KUJANG RAIDER dan BANTENG RAIDER. Hal ini karena batalyon – batalyon tersebut adalah batalyon pasukan elit yang tidak rela kebesaran RAIDER pupus begitu saja. Harus diakui dari Yonif Linud 328 dan Yonif 401 lah nama RAIDER dikenal di kalangan TNI maupun militer luar negeri. Masih ada beberapa batalyon infanteri lain eks. RAIDER yang juga tetap memasang nama RAIDER di belakang nama batalyonnya baik yang ada di Jawa maupun luar Jawa. Padahal nama Yonif Linud 328 sebenarnya adalah “Dirgahayu”
Baru pada tahun 1980, TNI AD benar – benar memutuskan untuk memusatkan pendidikan serta latihan kecabangan Infanteri di PUSDIK INFANTERI Cipatat (Untuk Pa, Ba dan Ta untuk wilayah KODAM III dll) dan Dodiklatpur Rindam di masing – masing KODAM (Untuk Ba dan Ta). Disanalah mulai muncul kerancuan istilah kualifikasi RAIDER dan YUDHA WASTU PRAMUKA pada prajurit Infanteri. Awalnya para pelatih salah kaprah menafsirkan bahwa kurikulum pendidikan Infanteri yang sekarang dulunya adalah materi pelajaran RAIDER. Padahal sebenarnya adalah sangat berbeda. Hal ini dipahami secara keliru karena nama materi memang mirip sekali tanpa dipahami dengan konsep penyajian materi sangatlah berbeda antara pasukan khusus dan pasukan reguler. Dari salah kaprah itulah yang menyebabkan ketidak samaan penggunaan badge di PDH/PDL lengan sebelah kanan diantara prajurit Infanteri (Saat itu tidak ada Brevet Infanteri - Brevet Infanteri baru digunakan lagi sejak tahun 1996). Ada yang memakai Badge YUDHA WASTU PRAMUKA namun ada pula yang pakai RAIDER. Terutama pasukan linud KOSTRAD yang batalyonnya dulu adalah batalyon RAIDER. Mereka enggan memakai badge YUDHA WASTU PRAMUKA karena terlalu “umum”. Memang, satuan boleh bubar tapi keahlian dan kualifikasi RAIDER terus dipelajari di batalyon eks. RAIDER walau tidak secara resmi. Dengan begitu mereka merasa berhak atas badge RAIDER. Padahal jelas RAIDER adalah pendidikan utama tingkat III sedang kualifikasi Yudha Wastu Pramuka adalah pendidikan tahap II. Muncul pula Badge kualifikasi bertingkat yang diatas bertuliskan Yudha Wastu Pramuka dan dibawahnya adalah kualifikasi RAIDER. Padahal badge kualifikasi pendidikan tahap II secara aturan tidak boleh dipasang bersama badge dikma tahap III. Kecuali ybs menyandang 2 kualifikasi dikma tahap III yaitu Komando dan Raider.
Kita lihat Yonif Linud 328 / Kujang Raider KOSTRAD yang walaupun sampai sekarang bukan lagi batalyon RAIDER resmi tapi komando batalyon tetap saja melestarikan tradisi dan kualifikasi “old RAIDER” bagi para prajuritnya. Tapi justru dengan kemampuan itulah Yonif Linud 328 KOSTRAD adalah nama batalyon infanteri lintas udara paling terkenal di lingkup TNI. Disamping mereka dikenal selalu bertempur dengan cepat dan efektif , batalyon inilah yang banyak melahirkan nama – nama besar di jajaran TNI AD. Mereka pulalah penyuplai terbesar calon anggota Kopassus yang diambil dari Batalyon untuk ditempatkan pada unit PARAKO atau tim khusus. Kenapa? Karena ditinjau dari berbagai aspek, prajurit 328 telah handal dalam materi ke linud-an (terjun payung, pathfinder, free fall dan jump master) dan fisik serta pengetahuan militer mereka luas karena mewarisi kualifikasi RAIDER dari moyangnya. Kopassus cukup menambahkan kualifikasi KOMANDO yang dengan waktu relatif singkat bisa dipelajari oleh prajurit yang telah memiliki kualifikasi RAIDER. Di jajaran KOSTRAD terdapat nama Yonif Linud 501 KOSTRAD Madiun (sekarang adalah salah satu elemen Brigif Linud 2 Trisula Malang) yang dulu juga pernah menyandang nama besar Raider. Sampai detik ini TNI AD “mengelompokkan” satuan-satuan “Old Raider” ini sebagai PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat) TNI berkualifikasi airborne ditambah kemampuan dalpur dan hanlan.
HIRARKI
Batalyon Infanteri Raider adalah salah satu jenis pasukan khusus yang ada dalam TNII AD yang berada dalam 2 Komando yaitu KOTAMA BALA PUSAT (KOSTRAD) dan KOMANDO TERITORIAL (KODAM) di seluruh Indonesia. Pasukan Raider menempati hirarki tertinggi di ruang lingkup Komando Teritorial / KOTAMA yang menaunginya. New Raiders adalah hasil dari pembekuan 8 Batalyon Infanteri KODAM dan 2 Batalyon Infanteri KOSTRAD. Skill dan kemampuan para prajurit di 10 batalyon itu ditingkatkan menjadi 3 kali lipat dari sebelumnya karena tugas mereka yang pertama adalah menggantikan 30 batalyon TNI di NAD untuk memberangus GAM. Itu berarti sama dengan kemampuan 1 batalyon Raider setara dengan 3 Batalyon Infanteri reguler. Kemampuan serang Raider juga lebih lethal karena adanya kualifikasi Air Assault (Mobil Udara) yang diajarkan pada mereka.
STRUKTUR ORGANISASI
Batalyon Raider terdapat pada 8 KODAM dan 2 Divisi KOSTRAD (BS). Tapi mereka bisa bergerak langsung dengan perintah Panglima TNI tanpa menunggu perintah Komando Atasnya. Setiap Batalyon Raider terdiri dari 5 kompi yaitu : 3 kompi senapan, 1 kompi bantuan dan 1 kompi markas. Di kompi Markas terbagi atas : 1 peleton komunikasi, 1 peleton pionir dan munisi, 1 peleton kesehatan dan 1 peleton angkutan. Di Kompi Senapan terdiri dari : 3 peleton senapan, 1 peleton bantuan, 1 Peleton Komando Kompi. Di kompi Bantuan terdiri atas : 1 Peleton mortir, 1 peleton Senjata Mesin Sedang dan 1 peleton senjata lawan tank. Seluruh prajurit berkualifikasi prajurit Mobud dengan komposisi 90% adalah kombatan. 1 unit langsung dibawah Dan Yon yaitu unit Gultor berjumlah 50 orang. Unit ini adalah prajurit pilihan dari setiap kompi senapan, bantuan dan markas. Tugasnya memberangus para teroris yang membuat masalah keamanan di wilayah Raiders. Mereka dilatih langsung oleh para instruktur dari SAT 81 Gultor Kopassus yang mempunyai kualifikasi para alias terjun payung (airborne). Maka dari itu, hampir semua operator Gultor Raider juga mengenyam Sekolah Para di Batu Jajar.
SISTEM REKRUITMEN
Dulunya pendidikan Raider hanya wajib diikuti pasukan linud KOSTRAD, kemudian lama – kelamaan disebarkan kepada pasukan Infanteri linmed, banpur (Artileri dan kavaleri), Zeni bahkan ada prajurit kecabangan administrasi yang mengikuti pelatihan ini. Ini berlangsung sampai dengan tahun pertengahan 1970 – an. Dihapusnya batalyon Raider pada akhir tahun 1970 hingga 1980 an tak menyebabkan kualifikasi pasukan khusus ini hilang begitu saja. Batalyon – Batalyon eks Raider tetap kekeh dengan pendiriannya yaitu tetap menambah embel - embel nama Raider di belakang nama batalyon. Walaupun tak semua batalyon infanteri yang ber embel embel nama Raider di saat sekarang ini bisa mendapatkan jati dirinya kembali Raider sejati.
The new Raiders direkrut dari eks 8 Yonif pemukul KODAM dan 2 Yonif pemukul DIVISI 1 dan 2 KOSTRAD. Namun begitu persyaratan berat dan seleksi ketat dilakukan untuk menciptakan pasukan yang tidak saja besar dalam kuantitas tapi juga punya kualitas yang bagus dan diatas rata - rata. Karena Ryamizard juga tidak pernah main – main dalam proyek ini sehingga Jenderal brilian ini meminta Kopassus agar mengeksistensi seluruh standart rekrutmen, kurikulum, pelatihan dan pemantapan Raider. Di Pusdik Passus juga telah berdiri Sekolah Raider yang dalam perkembangannya kemudian “dipindah” ke Pusdik Infanteri Cipatat. Karena Raider termasuk Infanteri khusus. Di luar, Royal Army dan US Army kita mengenal Brigade of Gurkha’s serta U.S. Army Ranger yang dikenal sebagai infanteri khusus dan kira2 seperti itulah konsep pasukan Raider. Pasukan infanteri pemukul cepat yang dipadu dengan konsep air mobile/assault (Mobil udara/serangan udara dengan menggunakan heli). Disamping itu juga punya fungsi penanggulangan terror.
Anggota awal Raider adalah calon tim pelatih di tiap batalyon. Maka batalyon menyeleksi 50 personel dari Bintara dan Tamtama Senior dan melakukan latihan pemantapan selama 2 Bulan di batalyon sebelum di berangkatkan di Pusdik Passus untuk diseleksi ulang dan dididik menjadi anggota new Raiders yang pertama. Uniknya entah kebetulan atau tidak, sebagian besar para Dan Yon Yonif calon Yon Raider adalah alumni Kopassus dan pernah menempuh pendidikan Ranger di US ARMY. Maka dari itu mereka tahu benar bagaimana merekrut calon anggota pasukan khusus berkualifikasi pemukul yang sebenarnya karakteristiknya mirip dengan Parako Kopassus. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu apabila Kopassus bisa digerakkan menyerang dan mengintai secara individual lewat metode HAHO/HALO, maka Raider menyerang meakai tehnik serangan regu Mobud dengan Heli. Raider Gultor – lah yang diakui oleh Ryamizard mirip dengan karakteristik Kopassus. Unit ini juga mengemban fungsi intelijen bagi KODAM dan KOSTRAD (Apabila berasal dari organik KOSTRAD). Kriteria calon prajurit Raider adalah:
MENTAL
v Memiliki emosi stabil dan kesadaran tinggi
v Lulus tes Psikologi dan IQ
v Bertaqwa kepada Tuhan YME
FISIK
v Prajurit infanteri / kecabangan lain (khusus) dan tidak boleh berkacamata
v Umur maksimal 33 tahun
v Push Up 70 kali (dalam 2 menit)
v Sit Up 70 kali (dalam 2 menit)
v Pull up 10 kali
v Lari 2 Mil (dalam waktu 15 menit)
v Renang Militer
v Renang gaya bebas
KEMILITERAN
v Menguasai ilmu dasar kemiliteran
v Dapat menggunakan senjata serbu per orangan / peralatan tempur dengan baik
v Mempunyai kualifikasi Infanteri (Tahap II)
Secara resmi Raider hanya merekrut anggota barunya dari prajurit infanteri baru atau kecabangan lain (Korps CKM, CHB atau CKU) yang berdinas aktif di satuan Raider tersebut. Namun konon ada pula unit Raider Gultor yang dimiliki MAKOSTRAD.
Kabarnya, saat ini Raider adalah pasukan khusus dengan personel terbanyak di dunia.
SISTEM PELATIHAN RAIDER
Metode pendidikan Raider di era tahun 60 an mirip sekali dengan pelatihan komando RPKAD. Mulai nama materi sampai dengan tradisi ala secako yang tidak mengenal tanda kepangkatan dari tamtama sampai perwira. Semua digojlok dan dididik standart yang sama sebagai seorang Raider. Keras dan cenderung brutal. Semua harus bisa menjadi pemimpin di tingkat regu, peleton dan kompi. Dan medan latihan mereka berpindah pindah (tidak terkonsentrasi kepada 1 base camp). Pelatih Raider berasal dari Tim Pelatih Raider Kopassus (RPKAD), dan tim Pelatih Puslatpur (Pusat Latihan Pertempuran) KODAM setempat yang telah lebih dulu memiliki kualifikasi RAIDER. Satu kisah dari seorang purnawirawan TNI mantan Anggota Yon 510 Brawijaya (sekarang bernama Yonif 527 Brawijaya) bahwa ybs menempuh sekolah Raider tahun 1968 dilaksanakan di Dawuhan – Blitar pada tahap basis. Walaupun sebenarnya Base Camp Puslatpur Rindam VIII Bravijaya ada di Singosari Malang (Sekarang ditempati DIVISI II KOSTRAD). Total lama pendidikan Raider kala itu adalah 6 bulan. Pendidikan Raider secara garis besar menempuh 4 tahap :
Ø Tahap I (Basis) : Merupakan tahap indoktrinasi dan pendidikan dasar Raider, lempar pisau, baca peta, Combat SAR, BDM, Perang Jarak Dekat dan Patroli
Ø Tahap II (Gunung Hutan) : Tahap pendidikan Jungle Warfare, perang berlarut, jungle survival,daki serbu, menembak tepat, raid sabotase, anti gerilya, dasar intelijen tempur dan air support.
Ø Tahap III (Pendaratan Laut) : Materi tentang kelautan, Parimeter pantai, Raid amfibi, operasi pendaratan laut senyap, renang rintis, renang poncho, renang laut lawan arus, RALA SUNTAI (Rawa, laut, sungai dan pantai) dan sea survival.
Ø Tahap IV ( Berganda) : adalah materi latihan aplikasi dari semua yang telah dipelajari siswa dari tahap I s/d III dengan sistem studi kasus.
Semua tahap tersebut harus diikuti siswa. Apabila tidak lulus dalam satu tahapan maka siswa tersebut akan dikembalikan pada medan dimana tahapan tersebut dipelajari dan tidak boleh melangkah ke tahap selanjutnya. Apabila belum lulus dikesempatan ke 2 tersebut maka siswa dikembalikan kepada satuannya. Dan pada periode berikutnya harus mengulang langsung pada tahap dimana tahu lalu dia tidak lulus. Pelatihan Raider saat itu menggunakan peluru tajam dan memakan 2 korban jiwa. Namun sebenarnya 1 prajurit meninggal karena keracunan makanan di Materi Jungle Survival. 1 Prajurit lagi tertembak di dada ketika latihan RALA SUNTAI. Terdapat materi paling melelahkan dan menakutkan kenaikan dari TAHAP III ke TAHAP IV : yaitu Long March sejauh 350 km dari Blitar ke Banyuwangi dan materi kamp tawanan yang brutal. Prajurit “potong kompas” melewati 4 Gunung dengan mempraktekkan apa yang telah dipelajari. Perbekalan makanan yang diberi PUSLATPUR saat itu tak kalah menggenaskan yaitu hanya 3 liter beras dan beberapa potong ikan kering serta garam. Pelatihan pendaratan laut dilakukan pada pantai meneng dan boom di selat bali yang terkenal berombak besar dan bergelombang. Disamping itu terdapat sejenis pusaran di tengah laut yang bisa membuat kapal tersedot ke dalam laut. Para instruktur KKO ALRI (Marinir) yang sempat melihat latihan ini hanya bisa geleng – geleng kepala melihat kerasnya para pelatih RPKAD melatih para calon prajurit Raider ini. Mereka terbayang suasana pelatihan satuan KIPAM/Intai Amfibi yang juga dikenal sangat keras di PUSLATPUR MARINIR Karang Tekok kawasan pantai di sebelah utara Banyuwangi.
Setelah pelatihan Raider selesai maka dilakukanlah pembaretan (baret hijau) dengan lambang senapan silang korps Infanteri dan penyematan brevet Yudha Mukha (Yudha wastu Pramuka) di atas kantong sebelah kiri yang terkenal sebagai wing “gebok” dikalangan prajurit raider saat itu. Lambang, baret dan brevet itulah yang menjadi cikal bakal perlengkapan baret dan brevet prajurit Infanteri TNI AD modern. Sedang kualifikasi, baret dan brevet Raider Modern diciptakan tersendiri sebagai symbol bahwa Raider memang berbeda dengan prajurit Infanteri Reguler.
Pelatihan Raider Modern berlangsung selama 7 bulan. Diawali dengan pelatiha calon pelatih raider yang berasal dari Batalyon calon Raider, pelatih tempur dari DODIKLATPUR masing2 KODAM dan beberapa dari mabes AD, mabes TNI dan MAKOSTRAD di Pusdik Passus dan Pusdik Infanteri. Mereka menempuh pendidikan dengan tangan dingin para pelatih Raider Kopassus yang dikenal ber standat tinggi, fair sekaligus bisa menjadi galak luar biasa ketika siswa melakukan kesalahan. Itu karena siswa harus menyadari hakekat tugas Raider yang memang berat dan sudah di depan mata : memberangus GAM sekaligus mendidik personel Raider di batalyon. Melipat gandakan kemampuan prajurit menjadi 3x lipat bukanlah hal mudah semudah membalik telapak tangan. Selain dididik mejadi Raider para calon pelatih Raider di batalyon ini juga diajari bagaimana cara mengajarkan keahlian tempur Raider kepada calon raider di batalyon secara praktis namun tidak mengurangi standart yang telah ditetapkan. Tahap latihan New Raiders meliputi :
Ø Tahap I (Basis) : Dasar Raider dan Indokrinasi. Para calon digojlok dengan latihan fisik standart Kopassus, uji mental dan psikologi. Dasar tehnik patroli khusus.
Ø Tahap II (Gunung Hutan) : Jungle Warfare, Jungle Survival, Patroli tempur lanjut, PJD, lempar pisau, tehnik serangan udara dan air support dengan heli (Mobud), BDM,anti gerilya, renang militer, renang rintis dan renang ponco, lari 3 km dlm 13 menit, raid dan kamp tawanan.
Dari Tahap II ke Tahap III harus Long March 250 km selama 7 hari 7 malam dan berhenti di titik titik yang ditentukan untuk menghadapi ujian dari pelatih. Yang tidak lulus dinyatakan gugur dan harus mengulang periode berikutnya.
Ø Tahap III (Kelautan) : Rala suntai (Rawa, sungai, laut dan pantai) Raid amfibi,pendaratan laut senyap,penyerbuan pantai, parimeter pantai, patroli pantai dan uji raid.
Ø Tahap IV (Berganda) : Ujian semua materi yang telah didapat dalam studi kasus dipadu dengan operasi mobud (Mobil Udara).
Setelah semua materi dan ujian ditempuh maka resmilah pasukan ini menjadi “The Raiders”. Sebelum pembaretan pasukan harus berenang 200 meter di laut. Pembaretan di lakukan oleh komandan sekolah Raider atau yang mewakili. Pendidikan Raider untuk pelatih dan Yon Raider KOSTRAD dilaksanakan di Pusdik Passus dan Pusdik Infanteri dengan medan latihan: Situ Lembang (Gunung Hutan) dan P. Nusa Kambangan (Pendaratan Laut) dan berganda. Sedangkan untuk anggota Batalyon Raider KODAM dididik di DEPO PENDIDIKAN LATIHAN PERTEMPURAN milik RINDAM di tiap – tiap KODAM dengan materi dan bobot yang sama. Latihan di tingkat KODAM juga mendapat pengawasan dan asistensi Kopassus. Agar “output”nya tetap terjaga dengan baik dan berkualitas tinggi sesuai yang diharapkan. Selanjutnya 50 orang terpilih di masing – masing batalyon dididik lagi di Sepursus untuk mendalami ilmu Penanggulangan Teror dan PJD (Perang Jarak Dekat) tri media. Gunanya tim ini adalah menanggulangi teror di wilayah masing – masing dengan bekerja bersama POLRI. Mereka diajarkan menembak tepat dari stand up dari motor serta tehnik serbuan kilat anti teror dari atas gedung dengan tali serta seabrek keahlian laiinnya. Anggota Raider berhak atas Brevet Raider (brevet Yudha Wastu Pramukha tidak dipakai lagi), brevet menembak, brevet Mobud Raider, baret hijau tua Raider, seragam PDL sus (Loreng TNI - Malvinas bermotif Pixel ) Raider yang disebut ACUPAT (Army Combat Uniform Pattern) serta badge Raider berlambang pisau dan petir plus badge mobud di lengan PDH / PDL sebelah kanan. Terdapat brevet mobud kecil yang dipasang pada baret Raider sebagai tanda mereka adalah pasukan mobud. Bagi personel Raider Gultor juga berhak menyandang wing para dasar dan penanggulangan teror TNI AD. Tim Gultor Raider diajarkan juga cara bertempur dengan jarak dekat mengunakan senjata MP 5 yang terkenal itu. Biaya pelatihan pasukan Raider berjumlah 8.000 personel dan 12.500 pasukan pendukung itu menelan dana Rp. 50 M ! Dan diakui sebagai pasukan khusus dengan jumlah terbesar di dunia. Dalam mobilitasnya tim Raider juga menggunakan kendaraan buatan TNI AD bak terbuka yang juga terpasang 2 senapan mesin Minimi.
F. KARIR
Prajurit Raider dapat melanjutkan spesialisasinya sampai tingkat master di batalyon. Seperti instruktur Mobud, Instruktur BDM, menembak kelas I, Beach master, Instruktur gultor tingkat Raider, perang hutan, intelijen teritorial bagi Pa/Ba, para dasar sampai dengan tingkat madya dll. Setelah pindah ke satuan lain seperti KODAM dan staf KOSTRAD maka si prajurit bisa memegang jabatan / bagian penting sesuai kepangkatan dan keahliannya. Kaderisasi Raider selanjutnya setelah pendidikan massal seluruh batalyon maka akan kembali seperti pelatihan Raider yang pertama. Yaitu setiap prajurit calon Raider baru dari Akmil, Secaba dan secata kecabangan Infanteri yang ditempatkan di setiap batalyon Raider tsb akan dipool menjadi satu dan dididik di Pusdik Passus Batu Jajar. Hal ini untuk mengefisienkan biaya latihan. Setelah lulus baru dikembalikan ke batalyon masing – masing. Biasanya KOSTRAD memberikan latihan tambahan untuk para prajurit baru ini. Berupa metode gerakan pasukan tempur “khas roda gila”. Karena KOSTRAD mempunyai tradisi dan Kultur yang berbeda sebagai KOTAMA tempur dibandingkan dengan KODAM yang merupakan komando kewilayahan termasuk pasukan tempurnya.
RENTANG PENUGASAN
Raider sebagai salah satu dari pasukan khusus TNI AD memang diciptakan sebagai pasukan pemukul TNI AD. Dengan kapasitas itu Raider dikenal sebagai “Ranger-nya” TNI AD. Karena pasukan ini bisa digunakan sebagai pasukan pelindung dari pasukan inti yang bertugas misalnya Kopassus. Namun bukan berarti Raider adalah pasukan khusus kelas 2. Justru disitulah peran pentingnya Raider. Karena mereka bergerak bisa dalam gerakan peleton. Sedang Kopassus maksimal memakai gerakan regu dengan tugas individual tersendiri bagi tiap anggota regu. Namun dalam operasi mobud dan operasi tempur berlarut mereka memainkan peran utama. Heli Bell dan Heli Serbu Mi-35 terbaru milik Penerbad selalu menemani pasukan elit berbaret hijau tua berlambang pisau dan petir ini. Metode operasi mobud yang juga dianut 101 Air Assault Division US Army ini menekankan drooping serangan langsung di belakang garis pertahanan musuh melalui heli. Tehnik serangan ini adalah pengembangan penyerangan airborne model baru tanpa parasut yang disebut “Helicopterborne”
Penugasan perdana Batalyon Raider modern ialah memberagus gerakan separatis GAM di bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka menggantikan peran 30 Batalyon Infanteri reguler di bumi Aceh. Berbagai penugasan dan pertempuran mereka hadapi. Dengan keahlian bertempur dan memukul cepat walaupun dengan senjata terbatas, Raider secara pasti dapat menguasai 1 demi 1 wilayah yang dulu dikenal sebagai basisnya GAM. Raider juga melakukan operasi gabungan dengan Denpur CAKRA (gabungan Kopassus dan Ton Tai Pur) juga prajurit Korps Marinir TNI – AL. Aksi gila para Raider tak lepas dari hebatnya gojlokan dan gemblengan keras para pelatih selama pendidikan. Semua memakai peluru tajam dan tanpa ampun. Efek positif dari semua itu adalah di kala mereka terjepit, bertahan dan melewati hari – hari sulit dengan logistik minim di tengah pertempuran. Mental baja yang tak gampang menyerah da tidak putus asa adalah pembangkit motivasi bagi para Raider. Disini peran para bintara senior sangatlah penting. Sebab mereka-lah yang mengerti kondisi sebenarnya prajurit (tamtama) di lapangan dan mengkomunikasikannya dengan perwira. Sebab ada juga juga tipe perwira yang kadang tidak mau tahu, yang penting operasi harus tetap berjalan tanpa peduli dengan kondisi prajurit anggotanya. Maka peran bintara adalah menyemangatinya. Jangan heran kalau para tamtama kadangkala justru lebih ”respek” kepada bintara senior daripada perwira.
Batalyon “Raider tak resmi” seperti Yonif 328 KOSTRAD sebenarnya turut andil dalam operasi pembebasan sandera di Maduma Irian Jaya tahun 1996 bersama Kopassus dan pasukan khusus lainnya. Batalyon 328 dianggap cukup mewakili sosok pasukan Raider kala itu karena batalyon ini memiliki kemampuan tempur yang cepat selain tetap melestarikan tradisi pendidikan Raider versi lama kepada para prajuritnya yang sebenarnya secara garis besar tak jauh berbeda dengan Raider modern. Kualifikasi Raider jaman dulu malah awalnya hanya dikhususkan untuk pasukan linud KOSTRAD saja. Kualifikasi Raider pada tahun 80-an juga dimiliki oleh instruktur Paskhas AU yang dididik di Pusdik Passus.
Pasukan Raider siap digerakkan untuk bertempur dimana saja di seluruh wilayah NKRI yang sedang dirongrong musuh Negara. Boleh percaya boleh tidak, entah ber efek langsung atau tidak ….2 tahun setelah Raider terjun ke Aceh menggantikan 30 Batalyon Infanteri reguler, GAM menandatangani perjanjian damai dengan RI. Serangan Raider dan pasukan TNI yang berkualifikasi PPRC seperti Linud dan Marinir sangat menusuk jantung pertahanan GAM di setiap wilayah. Pertahanan GAM menjadi kacau balau. Banyak dari mereka yang menyerah dan turun gunung.
RAIDER ARSENALs
Senjata Serbu : SS 1 R5 (versi carbine)+ scope, Pistol Sig Sauer, MP 5, AK 47,
SS 1+SPG1A, Daewoo K - 7, Pistol Colt Remington M1911
Senjata Sniper : Accuracy International Arctic Warfare 7, 62mm
Senjata Mesin : Minimi, Ultimax 100
Ranpur :Jip terbuka buatan TNI AD 4000cc dan Helikopter Bell Penerbad (Untuk Operasi Mobud)
Kelengkapan tempur prajurit Raider meliputi : Rompi anti peluru, NVG (teropong malam), Helm ballistic anti peluru, pelindung siku dan lutut, maskara muka, PDL ACUPAT, PDL sus anti teror hitam – hitam, sangkur Raider, Perahu karet untuk patroli pantai, peralatan Combat SAR dan komunikasi / telp satelit plus rompi tempur khusus.
10 BATALYON RAIDER TNI – AD
Yonif 100 / Raider
KODAM I Bukit Barisan
Yonif 200 / Raider
KODAM II Sriwijaya
Yonif 300 / Raider
KODAM III Siliwangi
Yonif 400 / Raider
KODAM IV Diponegoro
Yonif 500 / Raider
KODAM V Brawijaya
KODAM V Brawijaya
Yonif 600 / Raider
KODAM VI Tanjungpura
Yonif 700 / Raider
KODAM VII Wirabuana
Yonif 900 / Raider
KODAM IX Udayana
Yonif 323 / Raider
Divisi Infanteri I KOSTRAD / Banjar
Yonif 412 /Raider dan Yonif 514/Raider
Divisi Infanteri II KOSTRAD/ Purworejo
TNI AD sebagai angkatan terbesar dalam TNI selalu berusaha meningkatkan kualitas para prajurit khususnya ditengah minimnya dana untuk TNI. Dengan tingkat arsenal yang dirasa jauh dari cukup, namun dengan maksimal TNI AD selalu meng up date kemampuan operator pasukan khusus dengan kebutuhan organisasi. Apalagi menjaga kualitas pasukan elit dengan jumlah 12.500 personel bukanlah pekerjaan mudah. Raider adalah jenis pasukan khusus yang tidak ter organisasi terpusat seperti Kopassus. Mengingat Komando atas satuan Raider terbagi 2 yaitu KODAM dan KOSTRAD. Maka dari itu MABESAD membuat standart anggaran yang sama untuk pasukan ini dari segi pendanaan untuk menghindari kesenjangan dan ketimpangan antar batalyon baik dari segi pelatihan, peralatan, persenjataan juga kesejahteraan prajurit. Biasanya di level KODAM lah yang terdapat beberapa masalah tehnis mengingat KODAM adalah KOMANDO Teritorial bukan KOMANDO TEMPUR seperti hal nya KOSTRAD. KODAM harus membagi konsentrasinya antara satuan Teritorial di bawahnya dan pasukan tempur organik KODAM.
Sebenarnya dengan kemampuan penanggulangan teror seperti sekarang, POLRI juga bisa memanfaatkan Raider untuk memberangus teroris. Hanya saja POLRI sepertinya masih terbuai dengan kesuksesan Densus 88 Mabes POLRI yang berhasil menewaskan gembong teroris DR. Azhari. Padahal sampai kini Nurdin M. Top si asisten gembong teroris itu masih bebas berkeliaran. Teror Nurdin tak kalah seram. Bom Bali II adalah hasil kerjanya. Dia pandai mencuci otak orang – orang yang berpendidikan kurang tapi punya fanatis tinggi terhadap Islam dengan dalih jihad. Ketika ada isu Nurdin M. Top berada di kaki Gunung Lawu dan Mojokerto, Pasukan Yonif 500 Raider KODAM V Brawijaya langsung bergerak. Jujur saja tanpa ba-bi-bu dengan petinggi Polri. Mungkin saja kalau isu itu benar, maka berdatanganlah bantuan dari sesama Raider dari KODAM IV Diponegoro, Divisi 2 KOSTRAD dan Grup II Kopassus di Kertasura. Terorisme adalah musuh bersama seluruh komponen bangsa ini. Kalau semua menunggu POLRI, bisa saja seluruh penjahat psikopat itu sudah lari entah kemana. Pangdam V berkilah mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para Raider itu hanyalah latihan. Tapi sesungguhnya apa yang dilakukan TNI AD tak main – main.
KODAM VI Tanjungpura
Yonif 700 / Raider
KODAM VII Wirabuana
Yonif 900 / Raider
KODAM IX Udayana
Yonif 323 / Raider
Divisi Infanteri I KOSTRAD / Banjar
Yonif 412 /Raider dan Yonif 514/Raider
Divisi Infanteri II KOSTRAD/ Purworejo
TNI AD sebagai angkatan terbesar dalam TNI selalu berusaha meningkatkan kualitas para prajurit khususnya ditengah minimnya dana untuk TNI. Dengan tingkat arsenal yang dirasa jauh dari cukup, namun dengan maksimal TNI AD selalu meng up date kemampuan operator pasukan khusus dengan kebutuhan organisasi. Apalagi menjaga kualitas pasukan elit dengan jumlah 12.500 personel bukanlah pekerjaan mudah. Raider adalah jenis pasukan khusus yang tidak ter organisasi terpusat seperti Kopassus. Mengingat Komando atas satuan Raider terbagi 2 yaitu KODAM dan KOSTRAD. Maka dari itu MABESAD membuat standart anggaran yang sama untuk pasukan ini dari segi pendanaan untuk menghindari kesenjangan dan ketimpangan antar batalyon baik dari segi pelatihan, peralatan, persenjataan juga kesejahteraan prajurit. Biasanya di level KODAM lah yang terdapat beberapa masalah tehnis mengingat KODAM adalah KOMANDO Teritorial bukan KOMANDO TEMPUR seperti hal nya KOSTRAD. KODAM harus membagi konsentrasinya antara satuan Teritorial di bawahnya dan pasukan tempur organik KODAM.
Sebenarnya dengan kemampuan penanggulangan teror seperti sekarang, POLRI juga bisa memanfaatkan Raider untuk memberangus teroris. Hanya saja POLRI sepertinya masih terbuai dengan kesuksesan Densus 88 Mabes POLRI yang berhasil menewaskan gembong teroris DR. Azhari. Padahal sampai kini Nurdin M. Top si asisten gembong teroris itu masih bebas berkeliaran. Teror Nurdin tak kalah seram. Bom Bali II adalah hasil kerjanya. Dia pandai mencuci otak orang – orang yang berpendidikan kurang tapi punya fanatis tinggi terhadap Islam dengan dalih jihad. Ketika ada isu Nurdin M. Top berada di kaki Gunung Lawu dan Mojokerto, Pasukan Yonif 500 Raider KODAM V Brawijaya langsung bergerak. Jujur saja tanpa ba-bi-bu dengan petinggi Polri. Mungkin saja kalau isu itu benar, maka berdatanganlah bantuan dari sesama Raider dari KODAM IV Diponegoro, Divisi 2 KOSTRAD dan Grup II Kopassus di Kertasura. Terorisme adalah musuh bersama seluruh komponen bangsa ini. Kalau semua menunggu POLRI, bisa saja seluruh penjahat psikopat itu sudah lari entah kemana. Pangdam V berkilah mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para Raider itu hanyalah latihan. Tapi sesungguhnya apa yang dilakukan TNI AD tak main – main.
Sumber: http://raider-ari.blogspot.com/2008/06/raiders.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar