Senin, 20 Agustus 2012

KH. MANSUR SHIDDIQ JEMBER JATIM


KH. Mansur Shiddiq lahir di Lasem dengan nama kecil Masrur. Secara kepribadian beliau akhirnya tumbuh menjadi anak yang tenang, sabar, pendiam dan dikarunia Allah otak yang sangat cerdas. Masrur adalah putra Sulung Mbah Shiddiq dengan Nyai Maimunah, karena kakaknya (Siti Masru'ah) wafat masih kecil.
Sejak kecil Masrur mengaji pada abahnya yang memang dikenal keras clan disiplin dalam mengajar. Beliau mendidik dengan cara mewajibkan puteranya "Hapalan Kitab". Sebelum mengaji Alqur'an dan kitab kuning, Masrur harus melewati ujian kefasihan hapalan Syahadati, Fatihati, Sholat, Adzan dan Iqamah. Bila tidak fulus hapalan tersebut Kyai Shiddiq akan memukulnya dengan penjain (rotan). Namun sebaliknya, jika berhasil maka akan dihadiahi uang receh. Karena Masrur memiliki otak cerdas, ia yang masih berusia bocah sudah hafal jurumiah, syafinah, sullam, tajwid dan kitab-kitab tipis lainnya.
Kebiasaan Masrur sejak kecil memang sutra tirakat dan puasa.
Hari-harinya banyak diisi dengan merenung dan menyepi (tidak bermain-main dengan teman sebayanya). Masrur sangat taat pads orang tuanya. Bahkan ketika abahnya hijrah ke Jember. Masrur yang menjaga ibunya. Masrur kecil dipondokkan abahnya pada beberapa Kyai masyhur di Rembang (KH. Suyuti), Langitan (KH. Sholeh) dan KH. Sholeh (Darat, Semarang). Masrur mempunyai kebiasaan tirakat di makam (pesarean) para wali, termasuk di "Sujudan Sunan Bonang" Lasem. Saat nyantripun sering digunakan untuk tirakat dan puasa. Nampaknya. kebiasaannya inilah yang mendukung kepribadiannya yang tenang berwibawa serta alim dan membuat Masrur disegani, oleh teman-temannya bahkan juga oleh kyai/gurunya.
Padsusia muda (17 tahun) Masrur sudah mengajar santri di Musholla Abahnya di Lasem. Tidak lama setelah itu beliau menunaikan ibadah haji dan mondok di Makah bersama adiknya Kyai Achmad Qusyairi dan Masrur kemudian berganti nama menjadi KH. Mansur. KH. Mansur mencerminkan seorang sufi atau Ahli Tasawwuf,
Tidak banyak riwayat yang menceriterakan tentang KH. Mansur. Salah satu diantara penyebabnya justru karena Kyai Mansur tidak suka menonjolkan din dan wibawanya luar buss. Nabi bersabda:
"Apabila kamu melihat seorang mukmin pendiam dan tenang, dekatilah dia. Sesungguhnya dia akan mengajarkan hikmat (kebijalsanaan)".
Seperti halnya ulama-ulama sufi pada umumnya, KH. Mansur mencerminkan pribadi yang sangat empathy, rasa cinta­nya kepada Allah di atas segala-galanya. Sepanjang hidupnya hanyalah diperuntukkan memuja kebesaran Allah. Memuji kebesaran Allah demikian mengasyikkan jiwanya memancarkan wajah menyimpan banyak firasat. Cahaya pandangannya senantiasa jauh menembus ke alam yang tak terjangkau oleh akal dan pikiran. Kepada Allah Kyai Mansur senantiasa memohoh: "Ya Al­lah, berilah aku Nur di hati, di telinga, di mata, di rambut, daging dan tulang. Bahkan di tiap butiran darah serta sel-sel syaraf sekalipun. KH. Mansur menumpahkan ibadahnya untuk bermunajat kepada Allah Swt. untuk menjangkau cinta-Nya: "Ya Allah, aku mohon cintamu dan cintanya orang-orang yang mencintaimu...".
Ketika di Jember, Kyai Mansur menempati rumah bersebe­than dengan Mbah Imam Rozi di Timer Musholla. Di rnmah 4bah Rozi (kakak Nyai Mardlliyah), Kyai Mansur dapat lenetap dengan kerasan. Kyai Mansur senang berkumpul ~engan orang-orang fakir. Sabda Nabi:
"Sesungguhnya Allah itu mencintai orang fakir yang enggan meminta-manta dan yang menjadi ayah beherapa orang anak (mempunyai banyak tanggungan keluarga) ". (HR. Ibnu Alajah)
KH. Mansur majdub (tidak ingat lagi pada dirinya karena ;elalu berdzikir kepada Alla Swt). Majdubnya muncul setelah {yai Mansur mendengar berdirinya geraja di Jember (entah tahun berapa). Akibatnya, Kyai Mansur lama tak muncul dan nenyepi didalam rumah. Begitu keluar dari rumah, penampilan Kyai Mansur kumuh, rambut panjang tak terawat (dan banyak cutunya), tidak pernah mandi dan tidak pernah memakai san­ial. Anehnya, tubuh Kyai mansur tidak berbau sama sekali. {arena penampilannya yang kusut seperti gembel, pernah seorang Cina menghinanya. Kyai kemudian menengok rumah cina terebut dengan sorot mata taj am, dan secara tiba-tiba rumah cina tersebut ambruk roboh. Sejak peristiwa itu, banyak masyarakat yang sowan. Menerima banyak tamu yang sowan, ternyata tidak merobah kepribadian Kyai Mansur. Beliau tetap saja acuh dan diam. Bahkan bila Kyai Mansur "ote-ote" (mengenakan sarong dan tidak pakai baju) diteras masjid, banyak tamu yang menunggu barokahnya. Bila beliau berludah dan mengangkat tangan berdo''a, maka secara cepat orang-orang mengamininya.
Pada suatu ketika, menjelang Jepang mendarat di Pulau Jawa pada tahun 1942 Kyai Mansur sudah mengetahui sebelumnya dan memberi tahukan: "Ati-ati ono wong.kate rene/Hati-hati ada orang cebol kesini ".
Kyai Mansur juga berdagang. Beliau berjualan kipas, tampar, topi petani dan lain-lain. yang dirasa aneh oleh masyarakat, karena barang dagangannya tidak ditunggu. Semua orang Jember tahu bahwa kios yang hanya dipagari tampar berkililing tanpa penunggu itu adalah milik Kyai Mansur. Orang membeli, mengambil sendiri dagangannya dan jika perlu uang kembali, tinggal ambit di kaleng uang yang sudah disediakan. Walau begitu banyak orang yang tidak berani curang. namon setelah sore hari, barulah Kyai Mansur mengambil uangnya di pasar.
Namun demikian, kendatipun beliau dikenal majdzub, Kyai Mansur adalah sosok yang khawas dan alim. Suatu ketika Kyai Shiddiq sedang mengajar kitab. Tiba-tiba Kyai Mansur masuk ke musholla dan memberikan secarik kertas. Kemudian
Mbah Shiddiq berhenti dan berkata: "Alhamdulillah..:, Mansur bisa membetulkan pengajaranku yang memang salah. Alhamdulillah..., Alhamdulillah..., Mansur Tahqiq! ".
Keistimewaan Kyai Mansur teruji kembali, ketika suatu saat Mbah Shiddiq minta kepada semua putranya mengambilkan 2 hal -yang sulit bahkan mustahil dipenuhi, yaitu: Air zam-zam yang diambil langsung dari sumurnya dan buah kurma yang diambil langsung dari pohonnya. Tidak seberapa lama. Kyai­ Mansur masuk kamar dan begitu keluar beliau sudah menenteng buah korma dan air zam-zam tersebut. Masya Allah !, ucap Kyai. Shiddiq kagum.
Kyai Mansur wafat pada tahun.1946 M. Ketika dimandi­kan, air yang disiramkan ke tubuhnya secara tiba-tiba menjadi harum. Banyak pelayat berebut air bekas siraman jenazah Kyai Mansur, untuk mengharap barokahnya. Kyai Mansur dima­kamkan di Turbah Condro kumpul bersama abahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar