KH. Mansur Shiddiq lahir di Lasem
dengan nama kecil Masrur. Secara kepribadian beliau akhirnya tumbuh menjadi anak yang tenang, sabar, pendiam dan dikarunia
Allah otak yang sangat cerdas. Masrur
adalah putra Sulung Mbah Shiddiq dengan
Nyai Maimunah, karena kakaknya (Siti Masru'ah) wafat masih kecil.
Sejak kecil
Masrur mengaji pada abahnya yang memang dikenal keras clan
disiplin dalam mengajar. Beliau mendidik dengan cara mewajibkan
puteranya "Hapalan Kitab". Sebelum mengaji Alqur'an dan kitab
kuning, Masrur harus melewati ujian kefasihan hapalan Syahadati, Fatihati,
Sholat, Adzan dan Iqamah. Bila tidak fulus hapalan tersebut Kyai Shiddiq
akan memukulnya
dengan penjain (rotan). Namun sebaliknya, jika berhasil maka akan dihadiahi uang receh. Karena
Masrur memiliki otak cerdas, ia yang masih
berusia bocah sudah hafal jurumiah,
syafinah, sullam, tajwid dan kitab-kitab tipis lainnya.
Kebiasaan Masrur sejak
kecil memang sutra tirakat dan puasa.
Hari-harinya
banyak diisi dengan merenung dan menyepi (tidak bermain-main dengan teman
sebayanya). Masrur sangat taat pads orang tuanya. Bahkan ketika abahnya hijrah
ke Jember. Masrur yang menjaga ibunya. Masrur kecil dipondokkan abahnya pada
beberapa Kyai masyhur di Rembang (KH. Suyuti), Langitan (KH. Sholeh) dan KH. Sholeh (Darat, Semarang). Masrur
mempunyai kebiasaan tirakat di makam (pesarean) para wali, termasuk di "Sujudan
Sunan Bonang" Lasem. Saat nyantripun sering digunakan untuk tirakat dan puasa.
Nampaknya. kebiasaannya inilah yang mendukung kepribadiannya yang tenang
berwibawa serta alim dan membuat Masrur disegani, oleh teman-temannya bahkan juga
oleh kyai/gurunya.
Padsusia muda (17 tahun) Masrur sudah mengajar
santri di Musholla Abahnya di Lasem. Tidak
lama setelah itu beliau menunaikan
ibadah haji dan mondok di Makah bersama adiknya Kyai Achmad Qusyairi dan Masrur kemudian berganti nama menjadi KH. Mansur. KH. Mansur mencerminkan
seorang sufi atau Ahli Tasawwuf,
Tidak banyak
riwayat yang menceriterakan tentang KH. Mansur. Salah satu diantara penyebabnya justru
karena Kyai Mansur tidak suka menonjolkan
din dan wibawanya luar buss. Nabi bersabda:
"Apabila
kamu melihat seorang mukmin pendiam dan tenang, dekatilah dia. Sesungguhnya
dia akan mengajarkan hikmat (kebijalsanaan)".
Seperti halnya
ulama-ulama sufi pada umumnya, KH. Mansur mencerminkan pribadi yang sangat empathy,
rasa cintanya kepada Allah di atas segala-galanya. Sepanjang hidupnya hanyalah
diperuntukkan memuja kebesaran Allah. Memuji kebesaran Allah demikian
mengasyikkan jiwanya memancarkan wajah menyimpan banyak firasat. Cahaya
pandangannya senantiasa jauh menembus ke alam yang tak terjangkau oleh akal dan
pikiran. Kepada Allah Kyai Mansur senantiasa memohoh: "Ya Allah, berilah aku
Nur di hati, di telinga, di mata, di rambut, daging dan tulang. Bahkan di
tiap butiran darah serta sel-sel syaraf sekalipun. KH. Mansur menumpahkan
ibadahnya untuk bermunajat kepada Allah Swt. untuk menjangkau cinta-Nya: "Ya Allah,
aku mohon cintamu dan cintanya orang-orang yang mencintaimu...".
Ketika di
Jember, Kyai Mansur menempati rumah bersebethan dengan Mbah Imam Rozi
di Timer Musholla. Di rnmah 4bah Rozi (kakak Nyai Mardlliyah), Kyai Mansur dapat lenetap dengan kerasan. Kyai Mansur senang
berkumpul ~engan orang-orang fakir.
Sabda Nabi:
"Sesungguhnya
Allah itu mencintai orang fakir yang enggan meminta-manta dan
yang menjadi ayah beherapa orang anak (mempunyai banyak tanggungan keluarga)
". (HR. Ibnu
Alajah)
KH. Mansur majdub (tidak ingat lagi pada
dirinya karena ;elalu berdzikir kepada Alla Swt). Majdubnya muncul setelah {yai Mansur mendengar berdirinya
geraja di Jember (entah tahun berapa).
Akibatnya, Kyai Mansur lama tak muncul dan nenyepi didalam rumah. Begitu keluar dari rumah, penampilan Kyai Mansur kumuh, rambut panjang tak terawat (dan
banyak cutunya), tidak pernah mandi dan tidak pernah memakai sanial. Anehnya, tubuh Kyai mansur tidak berbau sama
sekali. {arena penampilannya yang kusut seperti gembel, pernah seorang Cina menghinanya. Kyai
kemudian menengok rumah cina
terebut dengan sorot mata taj am, dan secara tiba-tiba rumah cina
tersebut ambruk roboh. Sejak peristiwa itu, banyak masyarakat yang sowan. Menerima banyak tamu yang sowan, ternyata tidak
merobah kepribadian Kyai Mansur. Beliau tetap saja acuh dan diam.
Bahkan bila Kyai Mansur
"ote-ote" (mengenakan sarong dan tidak pakai baju) diteras masjid, banyak tamu yang menunggu
barokahnya. Bila beliau berludah dan
mengangkat tangan berdo''a, maka secara
cepat orang-orang mengamininya.
Pada suatu
ketika, menjelang Jepang mendarat di Pulau Jawa pada tahun 1942 Kyai
Mansur sudah mengetahui sebelumnya dan memberi tahukan: "Ati-ati ono
wong.kate rene/Hati-hati ada orang cebol kesini ".
Kyai Mansur
juga berdagang. Beliau berjualan kipas, tampar, topi petani dan lain-lain.
yang dirasa aneh oleh masyarakat, karena barang dagangannya tidak ditunggu. Semua
orang Jember tahu bahwa kios yang hanya dipagari tampar berkililing tanpa
penunggu itu adalah milik Kyai Mansur. Orang membeli, mengambil sendiri
dagangannya dan jika perlu uang kembali, tinggal ambit di kaleng uang yang sudah
disediakan. Walau begitu banyak orang yang
tidak berani curang. namon setelah sore
hari, barulah Kyai Mansur mengambil uangnya di pasar.
Namun demikian,
kendatipun beliau dikenal majdzub, Kyai
Mansur adalah sosok yang khawas dan alim.
Suatu ketika Kyai Shiddiq sedang
mengajar kitab. Tiba-tiba Kyai Mansur masuk ke musholla dan memberikan secarik kertas. Kemudian
Mbah Shiddiq berhenti dan
berkata: "Alhamdulillah..:, Mansur bisa membetulkan pengajaranku yang memang
salah. Alhamdulillah..., Alhamdulillah..., Mansur Tahqiq! ".
Keistimewaan
Kyai Mansur teruji kembali, ketika suatu saat Mbah Shiddiq minta kepada semua putranya
mengambilkan 2 hal -yang sulit bahkan mustahil dipenuhi, yaitu: Air zam-zam yang diambil langsung dari sumurnya
dan buah kurma yang diambil langsung dari
pohonnya. Tidak seberapa lama. Kyai Mansur
masuk kamar dan begitu keluar beliau sudah menenteng buah korma dan air zam-zam tersebut. Masya
Allah !, ucap Kyai. Shiddiq kagum.
Kyai Mansur
wafat pada tahun.1946 M. Ketika dimandikan, air yang disiramkan
ke tubuhnya secara tiba-tiba menjadi harum. Banyak pelayat berebut air bekas siraman
jenazah Kyai Mansur, untuk mengharap barokahnya. Kyai Mansur dimakamkan di Turbah
Condro kumpul bersama abahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar