Tak jauh di tepian sungai Mande sebuah keluarga pedagang bernama Mbah
Khoer hidup tinggal temtram dan damai. Di suatu hari istrinya yang
bernama Mbah Jaleha' pergi kesungai untuk melakukan kegiatan sehari-hari
mencuci pakaian, makanan dan membuang hajat. Di saat istrinya mencuci
pakaian di seberang tampak segerombolan monyet memungut buah kupak di
tepian sungai, selang waktu kemudian datang seekor macan (maung) di
tempat yang sama.
Monyet-monyet itu merasa terusik kenyamanannya
dengan kedatangan macan, monyet-monyet itu menjerit jerit mengeluarkan
suara sekeras-kerasnya. Suasana itu mengejutkan Mbah Jaleha' untuk
memperhatikan keadaan , kemungkinan apa yang terjadi.
Macan itu
marah mengaung dan menyerang ke arah monyet dengan tangannya yang kekar
tetapi monyet yang bertubuh kecil itu, merasa tidak takut, meloncat
dengan berkelid kembali menyerang dengan mengigit di bagian perut macan.
Macan menggeliat kembali melakukan serangan- serangan namun tidak
menyentuh tubuh monyet. Sebaliknya monyet yang lain dengan meggunakan
tangkai kayu, mencoba mengganggu macan agar supaya marah dan
menyerangnya kembali. Pada saat yang sama monyet kembali berkelit dan
mengigitnya.
Kejadian ini detik demi detik diperhatikan dan
diamati oleh Mbah Jaleha' direnungkan kembali teknik perkelaian itu.
Sebagai akibatnya pekerjaannya tertinggal tidak terselesaikan tepat
waktu, sehingga Mbah Jaleha' kembali ke rumah terlambat dan belum
memasak makanan siang.
Keterlambatan memasak ini
membuat Mbah Khair marah terhadap Mbah Jaleha' tak mau mengerti . Mbah
Jaleha' mencoba menjelaskan tetapi Mbah Khoer marah dengan menempeleng
Mbah Jaleha', dengan gerakan cepat berkelid , serangan itu dapat
dihindari.Kemarahan yang tidak terkontrol itu meluap-luap dilakukan
dengan pukulan demi pukulan namun tak berhasil menyentuh Mbah Jaleha',
cukup diatasi dengan gerakan kelid.
mbah Khoer nafasnya
terengah-engah, bertanya kepada Mbah Jaleha': "Di mana kamu belajar maen
poho?" (artinya "menipu gerakan" dipersingkat menjadi "maempo"). Mbah
Jaleha' menjelaskan kepada Mbah Khoer bahwa dia terlambat kembali dari
sungai disebabkan lama sedang asik menikmati perkelaian (maung) macan
dan monyet. Sejak itu Mbah Khoer bertanya-tanya bagaimana gerakan tadi,
dan Mbah Jaleha' dengan rajin memberikan contoh gerakan kelid.
Mbah
Khoer dengan cermat memulai memikirkan menjadi gerakan perkelaian yang
kini dikenal dengan nama "jurus kelid pamonyet", monyet menyerang dengan
tangkai kayu menjadi "jurus pepedangan" dan serangan tangan yang kokoh
dikenal"jurus pamacan".
Karena posisi macan sewaktu
menyerang monyet kedua kakinya sedang berada di posisi duduk dan monyet
menggunakan posisi kuda-kuda rendah, maka latihan dasar Tjimande
pertama-tama jurus kelid dimulai dari posisi macan yaitu duduk dan
tingkat berikutnya mulai latihan dari posisi berdiri dengan kuda-kuda
pamonyet(rendah). Berikutnya teknik mempo' ini terus dikembangkan oleh
Khair dan masyarakat setempat memberikan nama maenpo' Tjimande.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar