Jakarta, NU Online
Walisongo menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan pendekatan kultural. Mereka menggunakan budaya sebagai media dakwah. Budaya tersebut kemudian diberi nafas Islam.
Demikian disampaikan salah seorang Pengurus Pusat Pagar Nusa, Gus Yusuf yang dikenal dengan julukan Ki Cokro Santri, selepas acara soft launching Pagar Nusa 2012 di Museum Fatahillah, Jakarta, akhir pekan lalu.
“Misalnya Raden Said yang dikenal Sunan Kalijaga, yang memberikan nafas Islam dalam pagelaran wayang. Wayang itu kan berbasis cerita Mahabarata yang berisi ajaran Hindu-Budha. Kemudian, dengan media yang sama, ajarannya diganti unsur-unsur Islam. Lahirlah istilah jimat kalimosodo,” jelasnya.
Begitu juga dalam ilmu beladiri, lanjut Gus Yusuf yang merupakan pengasuh Paguron Sapujagad yang bernaung di Pagar Nusa ini, Walisongo juga melakukan hal serupa.
“Ilmu Bandungbondowoso dan Rawarontek misalnya, pada mulanya adalah ilmu-ilmu dari ajaran pra-Islam. Tapi kemudian Walisongo mengawinkannya dengan Islam. Maka muncullah kalimah Allah dalam bacaan ilmu itu,” tambahnya.
Menurut Gus Yusuf, hal itu merupakan kerarifan dari Walisongo dalam menyikapi situasi masyarakat pulau Jawa pada waktu itu.
Walisongo menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan pendekatan kultural. Mereka menggunakan budaya sebagai media dakwah. Budaya tersebut kemudian diberi nafas Islam.
Demikian disampaikan salah seorang Pengurus Pusat Pagar Nusa, Gus Yusuf yang dikenal dengan julukan Ki Cokro Santri, selepas acara soft launching Pagar Nusa 2012 di Museum Fatahillah, Jakarta, akhir pekan lalu.
“Misalnya Raden Said yang dikenal Sunan Kalijaga, yang memberikan nafas Islam dalam pagelaran wayang. Wayang itu kan berbasis cerita Mahabarata yang berisi ajaran Hindu-Budha. Kemudian, dengan media yang sama, ajarannya diganti unsur-unsur Islam. Lahirlah istilah jimat kalimosodo,” jelasnya.
Begitu juga dalam ilmu beladiri, lanjut Gus Yusuf yang merupakan pengasuh Paguron Sapujagad yang bernaung di Pagar Nusa ini, Walisongo juga melakukan hal serupa.
“Ilmu Bandungbondowoso dan Rawarontek misalnya, pada mulanya adalah ilmu-ilmu dari ajaran pra-Islam. Tapi kemudian Walisongo mengawinkannya dengan Islam. Maka muncullah kalimah Allah dalam bacaan ilmu itu,” tambahnya.
Menurut Gus Yusuf, hal itu merupakan kerarifan dari Walisongo dalam menyikapi situasi masyarakat pulau Jawa pada waktu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar